Pembelajaran Demokrasi dan HAM (PKKBI)
Pembelajaran Berwawasan Demokrasi dan Hak asasi Manusia
BAB II
PEMBAHASAN
KEGIATAN BELAJAR 1
Paradigma Pendidikan Demokrasi dan HAM
Secara konstitusional dan kulikuler sesunguhnya pendidikan demokrasi dan HAM sudah ada sejak tahun 1945 yang ditujukan unuk “ mencerdaskan kehidupan bangsa”. Namun dalam perjalanan instrumentasi dan praksisnya begitu fluktuatif sesuai dengan irama dan iklim social-polotik yang terkait pada kebijakan politik kenegaraan pada setiap kurun kependidikan.Indikator yang dapat kita amati dan kita rasakan antaralain adanya kebebasan mengelurkan pendapat yang cenderung anarkis, pelanggaran HAM dimana-mana, terjadinya komunikasi politik yang maunya menang sendiri, hokum yang terkalahkan dan control social yang sering lepas dari tata karma dan terdegradasinya kewibawaan para pejabat Negara
Posisi pendidikan demokrasi
Menurut Gandal dan Finn (1992) terutama di Negara berkembang, Pendidikan demokrasi sering dianggap taken for granted and ignored yaitu dianggap sebagai hal yang akan terjadi dengan sendirinya atau malah dilupakan. Oleh karena itu pendidikan demokrasi perlu dilihat dari dua aspek keseluruhan yaitu pendidikan demokrasi dalam konteks pendidikan formal dan pendidikan demokrasi dalam konteks kehidupan masyarakat.
Berbagai penelitian seperti dihimpun oleh Djahiri dkk (1998) menunjukkan bahwa praksis pendidikan demokrasi cenderung menitik beratkan pada penguasaan aspek pengetahuan dan mengabaikan pengembangan sikap dan keterampilan kewarganegaraan dengan menggunakan pendekatan ekspositorik yang cenderung indoktrinatif. Hal itu ternyata diperkuat oleh lingkungan social cultural dan social pilitik yang tidak kondusif.
A. TANTANGAN PENDIDIKAN DEMOKRASI DAN HAM
Bahmuller (1996: 216-221) mengidentifikasi sejumlah faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan demorasi suatu Negara yaitu bahwa tingkat perkembangan ekonomi, kesadaran akan identitas nasional dan pengalaman sejarah dan budaya kewarganegaraan merupakan factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan demorasi suatu negara. Salah satu unsure dari budaya kewarganegaraan adalah kebijakan atau akhlak kewarganegaraan yang mencakup keterlibatan aktif warga Negara, hubungan kesejajaran, salinh percaya dan toleran, kehidupan yang kooperatif, solidaritas social dan semangat kemasyarakatan. Oleh karena itu diperlkan adanya dan berperannya pendidikan demokrasi yang mampu mengembangkan akhlak kewarganegaraan yang dalam waktu bersamaan mampu member kontribusi masyarakat madani.
B. PARADIGMA BARU PENDIDIKAN DEMOKRASI DAN HAM
Secara konseptual pendidikan untuk kewarganegaraan yang demokratis diterima sebagai dasar pertimbangan utama bagi pendidikan di Indonesia. Ikhtiar kependidikan ini pada dasarnya harus ditujukan untuk pengembangan kecerdasan spiritual, rasional, emosional dan social warga Negara baik secara actor social maupun sebagai pemimpin pada hari ini dan hari esok. Sementara itu mengenai karakter utama warga Negara yang cerdas dan baik adalah mereka yang secara tetap memelihara dan mengembangkan cita-cita dan nilai demokrasi sesuai dengan perkembangan zaman dan secara efektif dan langgeng menangani dan mengelola krisis yang selalu muncul untuk kemaslahatan masyarakat Indonesia sebagai bagian integral dari masyarakat global yang damai dan sejahtera.
Apabila ditampilkan dalam wujud program pendidikan, paradigma baru ini menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
1. Memberikan perhatian yang cermat dan usaha yang sungguh-sungguh pada pengembangan pengertan tentang hakekat dan karakteristik aneka ragam demokrasi , buka hanya yang berkembang di Indonesia.
2. Mengembangkan kurikulum atau paket pendidikan yang sengaja dirancang untuk memfasilitasi siswa agar mampu mengeksplorasi bagaimana cita-cita demokrasi telah diterjemahkan dalam kelembagaan dan praktek di berbagai belahan bumi dan dalam berbagai kurun waktu
3. Tersedianya sumber belajar yang memungkunkan siswa mampu mengeksplorasi sejarah demokrasi di negaranya untuk menjawab persoalan apakah kekuatan dan kelemahan demokrasi yang diterapkan di negaranya itu secara jernih
4. Tersedianya sumber belajar yang dapat memfasilitasi siswa untuk memahami penerapan demokrasi di Negara lain sehingga mereka mamiliki wawasan yang luas tentang ragam ide dan system demokrasi dalam berbagai konteks
5. Dikembangkannya kelas sebagai democraties laboratory, lingkungan sekolah sebagai micro cosmos of democracy dan masyarakat luas sebagai open global classroom yang memungkinkan siswa dapat belajar demokrai dalam situasi berdemokrasi dan untuk tujuan melatih diri sebagai warga Negara yang demokratis
C. GERAKAN PENDIDIKAN DEMOKRASI DAN HAM
Setelah runtuhnya hegemoni persekutuan negara-negara sosialis yang diikuti dengan berdirinya negara-negara merdeka baru dibekas wilayah USSR, Yugoslavia, Chekoslovakia, dan bersatunya Jerman Barat dan Timur, proses demokratisasi di negara-negara itu berkembang pesat menjadi gerakan sosial, politik, dan kultural. Sementara itu berbagai civic education centers di Amerika Serikat, baik yang merupakan NGO maupun yang berafiliasi di perguruan tinggi, yang selama ini sudah aktif melakukan penelitian dan pengembangan model-model pendidikan demokrasi untuk dunia pendidikan di Amerika Serikat, memudian memperluas daerah disemanasinya ke negara-negara yang termasuk emerging democracies.
Dikembangkannya jaringan internasional pendidikan demokrasi ini bertujuan untuk saling memperkenalkan program pendidikan demokrasi di masing-masing negara saling membantu pengadaan sumber belajar pendidikan demokrasi, mengembangkan bahan belajar yang cocok untuk masing-masing negara, saling memfasilitasi pertukaran ide dan pengalaman dalam pendidikan demokrasi, dan saling mendorong dan memfasilitasi kegiatan penelitian dan pengembangan pendidikan demokrasi yang bermanfaat untuk masing-masing negara.
Dari situ muncul adanya kebutuhan bersama untuk mengembangkan suatu An International Framework for Education in Democracy yang berisikan aspek-aspek generik substansi pendidikan demokrasi.framework tersebut memuat uraian sebagai berikut :
1. Apa demokrasi ?
2. Siapa yang termasuk dan siapa yang memerintah dalam sistem demokrasi ?
3. Mengapa memilih demokrasi ?
4. karakteristik masyarakat apa saja yang memperkuat atau menghalangi demokrasi ?
5. Karakteristik masyarakat apa saja yang memfasilitasi berjalannya demokrasi ?
6. Bagaimana demokrasi tumbuh, berkembang, hidup terus, dan memperbaiki diri ?
7. Bagaimana demokrasi membentuk dunia dan dunia membentuk demokrasi?
D. ALTERNATIF METODOLOGI PENDIDIKAN DEMOKRASI DAN HAM
Secara tradisional, khususnya di Indonesia baik dalam rangka mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (Ppkn) atau sebelumnya Pendidikan Moral Pancasila (PMP) maupun dalam rangka penataran P-4, demokrasi terkesan lebih banyak diajarkan dengan peran guru/dosen/penatar/manggala yang lebih dominan, dan bukan dipelajari. Oleh karena itu, situasi kelasnya pun, dengan meminjam istilah Flanders (1972) lebih bersifat dominative dan bukan integrative. Secara metodologis menuntut perbaikan dalam tiga dimensinya, yaitu :
Pertama, bahwa kurikulum dan strategi pembelajaran pendidikan demokrasi seyogianya dikembangkan secara sistematik (lintas jenjang, jalur, dan bidang), dengan konsep dasar demokrasi yang komperhensif (utuh dan lengkap), dan dengan organisasi kurikulum yang berdiversifikasi merujuk kepada life cycle (perkembangan kognitif, afektif, sosial-moral, dan skill), serta lingkungan belajar setempat (desa dan kota). Isi inti kurikulum seyogianya mengandung muatan nasional, muatan regional, dan muatan lokal.
Yang perlu dijadikan muatan nasional adalah pilar-pilar demokrasi konstitusional Indonesia, yakni cita-cita, nilai, dan prinsip demokrasi Indonesia yang : berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, memberikan jaminan hak asasi manusia, berdasarkan kedaulatan rakyat, bertujuan mencerdaskan bangsa, menerapkan prinsip pembagian kekuasaan negara, mengembangkan otonomi daerah, menegakkan rule of law, mengembangkan sistem peradilan yang bebas dan tidak memihak, mengutamakan kesejahteraan rakyat, dan melaksanakan prinsip keadilan sosial (UUD 1945, Sanusi: 1998, CICED: 1999).
Kedua, kelas pendidikan kewarganegaraan yang digagaskan di atas, harus dikembangkan untuk menggantikan kelas pendidikan kewarganegaraan/pendidikan demokrasi saat ini yang bersifat lebih dominatif dan indoktrinatif. Perlu digarisbawahi bahwa perwujudan semangat kewarganegaraan dan kemanusiaan, yakni civic virtue yang menjadi inti nilai demokrasi, dalam perilaku interaktif guru-siswa, siswa-siswa, dan penciptaan iklim demokratis dalam rangka pengambilan keputusan. Salah satu model pembelajaran yang kini secara internasional diterapkan secara adaptif adalah model we the people... project citizen (CCE: 1992-2000). Model ini dirancang dengan cara melibatkan siswa melalui suatu “praktik belajar” yang secara prosedural menerapkan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mengenal masalah untuk dipelajari.
2. Mengumpulkan informasi.
3. Menguji pemecahan.
4. Mengembangkan kebijakan publik siswa sendiri.
5. Mengembangkan rencana tindakan.
Dengan demikian, para guru dan siswa dapat melakukan refleksi atas manfaat penerapan nilai dan prinsip demokrasi dalam kehidupan di sekolah yang di integrasikan dengan kehidupan di dalam masyarakat. Disitulah kelas pendidikan demokrasi benar-benar dikembangkan sebagai laboratorium demokrasi yang tidak dibatasi oleh empat dinding ruang kelas.
Ketiga, pada saat bersamaan, di lingkungan masyarakat sekolah dan masyarakat yang lebih luas seyogianya, juga dikondisikan untuk menjadi spiral global classroom (CICED, !999a: 7). Dengan demikian, kesenjangan yang melahirkan kontroversi atau prodoksal antara yang dipelajari di sekolah dengan sungguh-sungguh terjadi dalam kehidupan masyarakat secara sistematis dapat diminimumkan.
Jika ketiga unsur baru dalam paradigma pendidikan kewarganegaraan itu diterapkan di Indonesia, diperkirakan pendidikan demokrasi yang diprogramkan dalam wadah pendidikan kewarganegaraan secara perlahan akan meningkat lebih menantang, lebih efektif, dan lebih bermanfaat bagi pengembangan demokrasi dalam dan melalui pendidikan.
Pendidikan Demokrasi dan HAM Melalui proses Pembelajaran yang Demokratis
Profil Dasar Model Pembelajaran Demokrasi dan HAM
Model ini bersifat umum dan mendasar yang dapat dimuati materi yang relevan di masing-masing Negara. Sebagai model dipilih topic generic public policy ( kebijakan public). Misi dari model ini adalah mendidik siswa agar mampu menganalisa berbagai dimensi kebijakan public.
Fokus perhatian darimodel ini adal h pengembangan civil knowledge ( pengetahuan kewarganegaraan ), civil disposisition ( kebajikan kewaranegaraan ), civil skills ( ketrampilan kewarganegaraan ), civil confidence ( keoercayaan diri kewarganegaraan ), civil komitment ( komitmen kewarganegaraan ), civil competence ( kompetensi kewarganegaraan ) yang bermuara pada perkembangan well informed reasoned, and responsible decision making ( kemampuan menganbil keputusan berwawasan, bernalar, dan bertanggung jawab ).
Strategi instruksional yang digunakan dalam model ini pada dasarnya bertolak dari strategi inquiri learning, discovery learning, problem solving learning, research-oriented learning ( belajar melalui penelitian, penyingkapan, pemecahan masalah ). Yang dikemas dalam project ala John Dewey. Dalam hal ini dittapkan langkah-langkah berikut:
1. Mengidentifikasi masalah kebijakan public dalam masyarakat.
2. Memilih suatu masalah untuk dikaji oleh kelas.
3. Mengumpulkan informasi yang terkait pada masalah itu.
4. Mengembangkan porto folio kelas.
5. Menyajikan porto folio.
6. Melakukan refleksi pengalaman belajar.
A. Profil utuh model PKKBI
1. Maksud dan tujuan PKKBI
Secara pedagogis model Praktik-belajar Kewarganegaraan … Kami Bangsa Indonesia ( PKKBI ) dirancang untuk memberikan pengalaman belajar kepada para peserta didik, langkah-langkah dan metode yang digunakan di dalam proses politik. Secara khusus kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan komitmen peserta didik terhadap kewarganegaraan dan pemerin tahan dengan cara:
a. Memfasilitasi peserta didik untuk mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan agar dapat berpartisipasi secara efektif dan bermakna.
b. Memberikan pengalaman praktis yang dirancang untuk mengembangkan0 kompetensi kewarganegaraan yang demokratis.
c. Mengembangkan pemahaman tentang pentingnya partisipasi warga Negara secara demokratis.
2. Persiapan Kelas
a. Memahami arti kebijakan publik
Kegiatan ini berfokus pada pengembangan pengertian kebijakan publik dalam menghadapi masalah-masalah tertentu dalam yang ditemukan dalam masyarakat.
b. Proses pembuatan kebijakan publik
Pemahaman pesrta didik atas peran sentral pemerintahan ( desa, kabupaten, kota, provinsi, dan ousat ) dalam merumuskan kebijakan publik merupakan hal penting. Namun, para peserta didik juga harus memahami bahwa peranan pemerintah itu hanyalah merupakan salah satu bagian dari suatu proses saja. Proses yang dimaksud adalah pengambilan keputusan secara demokratis, dimana suatu selain memerlukan persetujuan dari warga Negara yang diperintah, juga memerlukan partisipasi dari warga Negara itu sendiri.
c. Warga Negara dalam proses pembuatan kaputusan
Pada dasarnya warga Negara dapat dilibatkan dalam semua tahapan proses pembuatan keputusan dengan cara menghadiri pertemuan-pertemuan umum, menulis menulis surat kepada wakil rakyat, menelpon nara sumber, memonitor usulan-usulan, ikut berdemonstrasi, meyakinkan warganegara lain untuk mendukung suatu usulan, melakukan penelitian, menyampaikan usulan dan memberikan kesaksian dalam suatu dengar pendapat.
d. Memberikan gambaran program pembelajaran dan kompetensi portofolio
Ajaklah sisiwa secara bersama memahami tugas yang akan mereka laksanakan. Jika mereka dipersiapkan untuk menghadapi suatu kompetensi, hendaklah disampaikan secara alamiah peserta didik memiliki keinginan untuk menang.
e. Memanfaatkan nara sumber sukarela
Disarankan agar guru meminta bantuan orang-orang dewasa menjadi untuk sukarelawan yang membantu para siswa menyelesaikan tugas-tugas yang diperlukan dalam megembangkan portofolio kelas.
f. Membatasi bantuan sukarelawan
1. pengumpulan informasi
2. persiapan portopolio
3. persiapan presentasi
g. Menyelenggaran sebuah kompetisi
h. Menilai portopolio atau menilai suatu kompetisi
i. Membantu siswa mengembangkan portopolio
Langkah-langkah:
1. Mengidentifikasi permasalahan kebijakan publik dalam masyarakat.
a. Diskusikan tujuan tahap ini dengan para siswa. Tujuan tahap I adalah agar siswa:
· Menyadari apa yang sudah mereka ketahui tentang permasalahan yang muncul dalam masyarakat.
· Mendiskusikan permasalahan tersebut dengan orang tua mereka, tetangga, anggota masyarakat lain untuk mencari tahu apa yang mereka ketahui dan apa yang mereka pikirkan tentang permasalahan itu.
· Mengumpulkan informasi yang cukup sebagai bekal untuk memilih sustu masalah yang nantinya harus disepakati oleh mayoritas siswa.
b. Diskusikan apa yang peserta didik ketahui tentang masalah-masalah yang ditemukan dalam masyarakat.
c. Tetapkan pekerjaan rumah (PR).
2. Memilih masalah untuk kajian kelas.
a. Mengkaji informasi yang dikumpulkan, kemudian memilih masalah.
b. Lakukan penelitian lebih lanjut apabila perlu.
3. Mengumpulkan informasi tentang masalah yang akan dikaji dalam kelas.
a. Mengidentifikasi sumber informasi.
b. Tinjau ulang pedoman untuk memperoleh dan memdokumentasikan informasi.
c. Kumpulkan informasi.
4. Mengembangkan portopolio kelas.
a. Membagi kelas ke dalam kelompok-kelompok portopolio.
b. Tinjau ulang tugas dan spesifikasi pembuatan portopolio.
c. Gunakan informasi dikumpulkan oleh tim peneliti.
d. Kembangkan portopolio.
5. Menyajikan portopolio kelas.
6. Merefleksi pengalaman belajar.
Langkah untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan merefleksi pengalaman belajar sebagai berikut:
· Mintalah peserta didik menjawab pertanyaan-pertanyaan refleksi guru.
· Arahkan jawaban-jawaban peserta didik ke dalam diskusi kelas dan usahakan agar diskusi itu menghasilkan beberapa generalisasi.
· Bagilah kelas menjadi beberapa kelompok. Masing-masing kelompok diberikan satu generalisasi.
· Hasil pekerjaan tiap kelompok harus diberikan kepada tim penulis yang bertanggung jawab untuk mengedit tulisan mereka dan mempersiapkan draf untuk dimasukkan pada bagian dokumentasi portopolio.
· Keseluruhan kelas harus menunjang ulang draf yang telah dihasilkan oleh tim penulis dan memberikan saran-saran untuk peraikan.
· Tim penulis harus merevisi dan melengkapi draf tersebut untuk dimasukkan portopolio.
B. STRATEGI IMPLEMENTASI DI DAERAH
Inovasi pendidikan yang bersifat top down dari atas (pusat) ke bawah sekolah tidak lagi cocok dengan semangat desentralisasi semangat kerja manajemen berbasis sekolah yang sekarang ini sedang digerakkan. Oleh karena itu penyebaran inovasi yang seyogyanya digunakan adalah yang bersifat empowering atau pemberdayaan menuju sekolah dan guru yang berkarakter self-renewal atau selalu berusaha untuk memperbarui dirinya dan sekolahnya sehingga para gurunya semakin provisional dan sekolahnya semakin menampakkan dirinya sebagai self-renewing school. Strategi perluasan implementasi model PKKBI yang relevan dengan etos baru itu, antar lain sebagai berikut:
1. Membangun kelompok “guru pioneer” dan memantapkannya secar sinambung sehingga “guru model”.
2. Kelompok ini di samping menjadi early a dopters (pengadopsi dini) di sekolahnya, juga menjadi civic education leaders (nara sumber) bagi sekolah yang lain.
3. Memantapkan beberapa sekolah dalam satu wilayah sebagai sekolah pionir PKKBI yang dibina secara kolaboratif Kadin Depdiknas setempat.
4. Sekolah pionir ditugasi untuk mengembangkan “jaringan kerja PKKBI” yang melibatkan SD/SLTP/SMU di lingkungannya.
5. Sekolah pioneer tersebut dapat merintis jaringan sister school atau “sekolah sahabat” , yakni sebuah SD/SLTP/SMU lain yang ada diluar gugus atau lingkungan kecamatan.
6. Sekolah pionir, sekolah imbas, sekolah sahabat, setiap tahun diusahakan untuk bertemu dalam satu “Konferensi Daerah PKKBI” untuk secara bersama membahas berbagai persoalan tentang pelaksanaan pengembangan lebih lanjut dari PKKBI.












0 Response to "Pembelajaran Demokrasi dan HAM (PKKBI)"
Posting Komentar